Friday, May 1, 2015

BAB IV “Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia”

1. Masalah sumber daya alam
     Permasalahan pengelolaan sumberdaya alam menjadi sangat penting dalam pembangunan ekonomi pada masa kini dan masa yang akan datang. Di lain pihak sumberdaya alam tersebut telah banyak mengalami kerusakan-kerusakan, terutama berkaitan dengan cara-cara eksploitasinya guna mencapai tujuan bisnis dan ekonomi. Dalam laporan PBB pada awal tahun 2000 umpamanya, telah diidentifikasi 5 jenis kerusakan ekosistem yang terancam mencapai limitnya, yaitu meliputi ekosistem kawasan pantai dan sumberdaya bahari, ekosistem lahan pertanian, ekosistem air tawar, ekosistem padang rumput dan ekosistem hutan. Kerusakan-kerusakan sumberdaya alam di dalam ekosistem-ekosistem tersebut terjadi terutama karena kekeliruan dalam pengelolaannya sehingga mengalami kerusakan yang disebabkan karena terjadinya perubahan besar, yang mengarah kepada pembangunan ekonomi yang tidak berkelanjutan. Padahal sumberdaya tersebut merupakan pendukung utama bagi kehidupan manusia, dan karenanya menjadi sangat penting kaitannya dengan kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat manusia yang mengarah kepada kecenderungan pengurasan (depletion) dan degradasi (degradation). Kecenderungan ini baik dilihat dari segi kualitas maupun kuantitasnya dan terjadi di hampir semua kawasan, baik terjadi di negara-negara maju maupun negara berkembang atau miskin.

2. Kebijakan SDA
Arah Kebijakan Bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup dalam GHBN 1999 – 2004, yaitu:
  1. Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
  2. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan, dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan.
  3. Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat balik.
  4. Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga, yang diatur dengan undang-undang.
  5. Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.
Arah kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam  dalam TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam :
  1. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
  2. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumber daya alam melalui identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam sebagai potensi dalam pembangunan nasional.
  3. Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai potensi sumber daya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan termasuk teknologi tradisional.
  4. Memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumber daya alam dan melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk sumber daya alam tersebut.
  5. Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumber daya alam yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
  6. Menyusun strategi pemanfaatan sumber daya alam yang didasarkan pada optimalisasimanfaat dengan memperhatikan kepentingan dan kondisi daerah maupun nasional.Parameter Kebijakan PSDA bagi Pembangunan BerkelanjutanReformasi pengelolaan sumber daya alam sebagai prasyarat bagi terwujudnya pembangunan berkelanjutan dapat dinilai dengan baik apabila terumuskan parameter yang memadai.
3. Dominasi SDA di Indonesia
     Dalam kesempatan kali ini kami ingin sedikit membahas dominasi asing dalam pengelolaan SDA di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, SDA Indonesia sangat melimpah ruah, hal ini membuat bangsa lain tertarik dengan Indonesia. Namun sayang, SDM kita jumlahnya masih sedikit ketimbang dengan SDAnya. Kami rasa dengan sedikitnya SDM pun kita masih bisa mengelola SDA kita dengan mandiri, namun banyak dari SDM kita yang memilih mengelola SDA negeri orang lain dengan alasan materi. Sebenarnya tidak sepenuhnya salah,  di zaman sekarang siapa sih yang tidak mau uang ? Sejak zaman Alm Presiden Soekarno, banyak perusahaan asing yang ingin mengambil alih SDA Indonesia, namun Presiden Soekarno menolaknya, menurut beliau perusahaan asing hanyalah monopoli keuangan, kapitalisme, dan neolib. Presiden Soekarno juga pernah menolak bantuan dari IMF yang menurut beliau hanya akan memberati keuangan negara. Soekarno percaya dengan kemampuan rakyatnya sendiri. Banyak perusahaan asing yang menekan kontrak dengan pemerintahan Indonesia sejak era pemerintahan Alm Soeharto hingga sekarang (Presiden SBY) telah mengakar di negeri ini, contoh saja Freeport, Chevron, Shell, Suzuki, Honda, Yamaha, dll.
     Yang perlu di perhatikan adalah agar kepemilikan saham asing di industri nasional tidak begitu dominan, sebab bila itu terjadi  maka perekonomian nasinal bisa pincang. Dominasi pihak asing kini semakin meluas dan menyebar pada sektor-sektor strategis perekonomian. Pemerintah disarankan menata ulang strategi pembangunan ekonomi agar hasilnya lebih merata dirasakan rakyat dan berdaya saing tinggi menghadapi persaingan global.
     Per Maret 2011 pihak asing telah menguasai 50,6 persen aset perbankan nasional. Dengan demikian, sekitar Rp 1.551 triliun dari total aset perbankan Rp 3.065 triliun dikuasai asing. Secara perlahan porsi kepemilikan asing terus bertambah. Per Juni 2008 kepemilikan asing baru mencapai 47,02 persen. Hanya 15 bank yang menguasai pangsa 85 persen. Dari 15 bank itu, sebagian sudah dimiliki asing. Dari total 121 bank umum, kepemilikan asing ada pada 47 bank dengan porsi bervariasi. Tak hanya perbankan, asuransi juga didominasi asing. Dari 45 perusahaan asuransi jiwa yang beroperasi di Indonesia, tak sampai setengahnya yang murni milik Indonesia. Kalau dikelompokkan, dari asuransi jiwa yang ekuitasnya di atas Rp 750 miliar hampir semuanya usaha patungan. Dari sisi perolehan premi, lima besarnya adalah perusahaanasing.Hal itu tak terlepas dari aturan pemerintah yang sangat liberal, memungkinkan pihak asing memiliki sampai 99 persen saham perbankan dan 80 persen saham perusahaan asuransi.Pasar modal juga demikian. Total kepemilikaninvestor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek.Pada badan usaha milik negara (BUMN) pun demikian. Dari semua BUMN yang telah diprivatisasi, kepemilikan asing sudah mencapai 60 persen. Lebih tragis lagi di sektor minyak dan gas. Porsi operator migas nasional hanya sekitar 25 persen, selebihnya 75 persen dikuasai pihak asing. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM menetapkan target porsi operator oleh perusahaan nasional mencapai 50 persen pada 2025. Tinggal masalah teknis. Karena tak gampang asing dipaksa melepaskan kepemilikannya begitu saja. Jadi ya pakai tenggat waktu yang cukup misalnya 10 tahun harus dilepas ke pihak nasional dalam porsi tertentu. Dan mudah-mudahan di kurun waktu tersebut swasta nasional juga sudah punya sumber keuangan yang cukup untuk membeli saham asing tersebut.
  Dengan kepemilikan nasional yang lebih dari asing pada sektor-sektor strategis, diyakini perputaran perekonomian nasional akan semakin kuat dan baik. Kebangkitan ekonomi nasional yang diinginkan banyak orang akan benar-benar terjadi. Tapi benarkah akan seperti itu? Semuanya kembali pada mentalitas bangsa dan kepemimpinan nasional. Indonesia pernah melakukan nasionalisasi kepemilikan asing di masa lalu. Dan kemudian kembali asing mendominasi. Jangan-jangan permasalahannya bukan pada berapa besar kepemilikan nasional, tapi bagaimana mengelola seberapapun yang kita miliki.
DAFTAR PUSTAKA

No comments:

Post a Comment