Pengertian Etika Menurut Para Ahli
Ada beberapa para ahli yang
mengungkapkan pengertian-pengertian etika. Diantaranya:
1. James J.
Spillane SJ
Etika ialah
mempertimbangkan atau memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambi suatu
keputusan yang berkaitan dengan moral. Etika lebih mengarah pada penggunaan
akal budi manusia dengan objektivitas untuk menentukan benar atau salahnya
serta tingkah laku seseorang kepada orang lain.
2. Prof. DR.
Franz Magnis Suseno
Etika
merupakan suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan dan pijakan kepada tindakan
manusia.
3. Soergarda
Poerbakawatja
Etika
merupakan sebuah filsafat berkaitan dengan nilai-nilai, tentang baik dan
buruknya tindakan dan kesusilaan.
4. Drs. H.
Burhanudin Salam
Mengungkapkan
bahwa etika ialah suatu cabang ilmu filsafat yang berbicara tentang nilai
-nilai dan norma yang dapat menentukan perilaku manusia dalam kehidupannya.
5. Drs. O.P.
Simorangkir
Menjelaskan
bahwa etika ialah pandangan manusia terhadap baik dan buruknya perilaku
manusia.
6. A. Mustafa
Mengungkapkan
etika sebagai ilmu yang menyelidiki terhadap perilaku mana yang baik dan yang
buruk dan juga dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh apa yang telah
diketahui oleh akal pikiran.
7. W.J.S.
Poerwadarminto
Menjelaskan
etika sebagai ilmu pengetahuan mengenai asas-asas atau dasar-dasar moral dan
akhlak.
8. Drs. Sidi
Gajabla
Menjelaskan
etika sebagai teori tentang perilaku atau perbuatan manusia yang dipandang dari
segi baik & buruknya sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.
9. Bertens
Etika
merupakan nilai dan norma moral yang menjadi acuan bagi manusia secara individu
maupun kelompok dalam mengatur segala tingkah lakunya.
10. Ahmad Amin
Mengemukakan
bahwa etika merupakan suatu ilmu yang menjelaskan tentang arti baik dan buruk
serta apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, juga menyatakan sebuah tujuan
yang harus dicapai manusia dalam perbuatannya dan menunjukkan arah untuk melakukan
apa yang seharusnya didilakukan oleh manusia.
11. Hamzah Yakub
Etika
merupakan ilmu yang menyelidiki suatu perbuatan mana yang baik dan buruk serta
memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran.
12. Aristoteles
Mengemukakan
etika kedalam dua pengertian yakni: Terminius
Technicus & Manner and Custom. Terminius Technicus ialah
etika dipelajari sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu problema
tindakan atau perbuatan manusia. Sedangkan yang kedua yaitu, manner and
custom ialah suatu pembahasan etika yang terkait dengan tata cara & adat
kebiasaan yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang
sangat terikat dengan arti “baik & buruk” suatu perilaku, tingkah laku atau
perbuatan manusia.
13. Maryani dan
Ludigdo
Mengemukakan
etika sebagai seperangkat norma, aturan atau pedoman yang mengatur segala
perilaku manusia, baik yang harus dilakukan dan yang harus ditinggalkan yang
dianut oleh sekelompok masyarakat atau segolongan masyarakat.
14. Martin
Mengemukakan
bahwa etika ialah suatu disiplin ilmu yang berperan sebagai acuan atau pedoman
untuk mengontrol tingkah laku atau perilaku manusia.
15. Menurut KBBI
Etika ialah
ilmu tentang baik dan buruknya perilaku, hak dan kewajiban moral; sekumpulan
asa atau nila-nilai yang berkaitan dengan akhlak; nilai mengenai benar atau
salahnya perbuatan atau perilaku yang dianut masyarakat.
Prinsip-prinsip Etika
Dalam
peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi para pemikir telah
mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup
bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat
ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut
dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting etika,
yaitu:
1.
Prinsip
Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang
mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini,
manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang
indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan
sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
2.
Prinsip
Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki
hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan
hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam
berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif
atas dasar apapun.
3.
Prinsip
Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku individu
untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat-
menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada
hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat
diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi
masyarakat.
4.
Prinsip
Keadilan
Kemauan yang tetap dan kekal untuk
memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena
itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional
serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
5.
Prinsip
Kebebasan
Sebagai keleluasaan individu untuk
bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip
kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan
sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau
mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus diikuti
dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan yang
semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini diartikan
sebagai:
·
kemampuan
untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan.
·
kemampuan
yang memungkinkan manusia untuk melaksana-kan pilihannya tersebut.
·
kemampuan
untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
6.
Prinsip
Kebenaran
Kebenaran biasanya digunakan dalam logika
keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran harus
dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh
individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu
kebenaran apabila belum dapat dibuktikan.
Semua prinsip yang telah diuraikan itu
merupakan prasyarat dasar dalam pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik
dalam hubungan antarindividu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah,
dan sebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan mengatur
kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah, dan pegawai
harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan,
keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap orang.
Perkembangan Etika Bisnis
Berikut perkembangan
etika bisnis menurut Bertens (2000):
1.
Situasi
Dahulu : Pada awal sejarah
filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan
membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.
Masa
Peralihan : tahun 1960-an
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS),
revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment
(kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya
manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan
nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas
adalah corporate social responsibility.
3.
Etika
Bisnis Lahir di AS : tahun
1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di
sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas
krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4.
Etika
Bisnis Meluas ke Eropa : tahun
1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang
kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari
universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics
Network (EBEN).
5.
Etika
Bisnis menjadi Fenomena Global : tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah
dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society
for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di
Tokyo.
Ethical Governance
Ethical
Governance (Etika Pemerintahan) adalah ajaran untuk berperilaku yang baik dan
benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat
manusia. Dalam Ethical Governance (Etika Pemerintahan) terdapat juga masalah
kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya.
Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara
hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk,
tergantung pada kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik
atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya (consience of man).
Kesusilaan
mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru,
pemimpin dan lain-lain, disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat
kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain-lain. Kesusilaan berasal dari
ethos dan esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan
adalah batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan lain-lain.
Saksi bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri sendiri,
bukan dipaksakan dari luar dan bersifat otonom. Kesopanan adalah peraturan
hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam
pergaulan sehari-hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain. Kesopanan
dasarnya adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang
berlaku dalam pergaulan (masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara). Kesopanan
disebut pula sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan
ditujukan kepada sikap batin (batiniah), maka kesopanan dititik beratkan kepada
sikap lahir (lahiriah) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan
masyarakat dalam pergaulan. Tujuan bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai
makhluk sosial (communal, community, society, group, govern dan lain-lain),
yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Sanksi
terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat celaan di tengah-tengah
masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan.
Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam
masyarakat). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu
bersifat heretonom. Khususnya dalam masa krisis atau perubahan, prinsip
pemerintahan dan fundamental etikanya di dalam masyarakat sering kali
dipertanyakan dan kesenjangan antara ideal dan kenyataan ditantang. Belum lagi,
kita mengerti diskusi Etika Pemerintahan sebagai diskursus berjalan dalam
pengertian bersama tentang apa yang membuat pemerintahan itu baik, dan langkah
konkrit yang mana yang harus dilakukan dalam rangka berangkat dari konsensus
bersama ke pemerintahan praktis itu adalah indikator demokrasi dan masyarakat
multidimensi.
REFERENSI
CHRISTELLA SUTJIADI
4 EB 28 / 22214378
ETIKA PROFESI AKUNTANSI
x
No comments:
Post a Comment