Sunday, May 3, 2015

BAB V “PDB, Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi”

1. Produk Domestik Bruto
  Produk Domestik Bruto atau PDB adalah nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun)
    PDB berbeda dari produk nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB atau Produk Nasional Bruto memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.

2. Pertumbuhan Dan Perubahan Struktur Ekonomi
A. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
     Pembangunan ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu wilayah dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di wilayah tersebut.
   Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, maka pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal pembangunan ekonomi suatu Negara, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk Negara-negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi ditambah kenyataan bahwa penduduk Indonesia dibawah garis kemiskinan juga besar, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya harus jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan pendapatan masyarakat perkapita dapat tercapai.
   Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan ekonomi juga harus disertai dengan program pembangunan sosial (ADB, 2004)
B. Perubahan Struktur Ekonomi
      Istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi disebut transpormasi struktural, artinya rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan yang lainnya dalam komposisi AD, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), AS (produksi dan penggunaan faktor produksi yang diperlukan guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Chenery, 1979).
    Jika dilihat dari Orde Baru hingga sekarang, dapat dikatakan bahwa proses perubahan struktur ekonomi Indonesia cukup pesat. Data BPS menunjukan bahwa tahun 1970, NTB dari sektor pertanian menyumbang sekitar 45% terhadap pembentukan PDB, dan pada dekade 1990-an hanya tinggal sekitar 16% hingga 20%. Menurutnya pangsa pertanian dalam permbentukan PDB selama periode tersebut disebabkan oleh laju pertumbuhan output (rata-rata pertahun) di sektor tersebut relatif lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan output disektor-sektor lain.
3. Pertumbuhan Ekonomi Selama Orde Baru Hingga Saat Ini
     Sejak kemerdekaan pada tahun 1945, masa orde lama, masa orde baru sampai masa sekarang (masa reformasi) Indonesia telah memperoleh banyak pengalaman politik dan ekonomi. Peralihan dari orde lama dan orde baru telah memberikan iklim politik yang dinamis walaupun akhirnya mengarah ke otoriter namun pada kehidupan ekonomi mengalami perubahan yang lebih baik
   Melihat kondisi pertumbuhan Indonesia selama pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis ekonomi 1997) dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang spektakuler, paling tidak pada tingkat makro. Pada tahun 1968 PN per kapita masih sangat rendah, hanya sekitar US$60 Laju pertumbuhan 7%-8% selama 1970-an dan turun ke 3%-4% pada taun 1980-an, hal ini disebabkan oleh faktor eksternal seperti merosotnya harga minyak mentah di pasar internasional menjelang pertengahan 1980-an dan resesi ekonomi dunia pada dekade yang sama. Sejak zaman Orde Baru Indonesia menganut sistem ekonomi terbuka, maka goncangan eksternal terasa dampaknya terhadap pertumbuhan Indonesia. Perekonomian nasional pada saat itu tergantung pada pamasukan dolar AS dari hasil ekspor komoditi primer yaitu minyak dan pertanian. Tahun 1968 PN Per Kapita US$56,7; 1973 US$126,3; 1978 US$260,3; 1983 US$494,0; 1988 US$467,5; 1993 US$833,1; 1997 US$1088,0; 1998 US$640,0 dan 1999 US$580,0.
   Pada saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya, yakni tahun 1998, laju pertumbuhan PDB jatuh drastis hingga 13,1%. Namun pada tahun 1999 kembali positif, walaupun sangat kecil yaitu 0,8%, dan tahun 2000 naik hingga 5%. Yang disebabkan pada masa Gusdur, pemerintah, masyarakat, khusunya pelaku bisnis sempat optimis mengenai prospek pertumbuhan Indonesia. Akan tetapi tahun 2001 pertumbuhan ekonomi kembali merosot hingga 3,3% akbat gejolak politik yang sempat memanas kembali, dan tahun 2002 pertumbuhan mengalami sedikit perbaikan menjadi 3,66%. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dinilai sukses menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan agenda demokratisasi. Situasi ini berbeda dengan era Orde Baru di mana ekonomi tumbuh namun demokrasi terabaikan. Biaya yang mahal seperti pelanggaran hak asasi manusia di berbagai tempat, korupsi merajalela, kebocoran anggaran, dan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Untuk contoh terbaru, menurut Bara, adalah Rusia selama era pemerintahan Vladimir Putin. Menurutnya, Rusia hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata namun di sisi lain, peran oposisi terbatasi dan pembunuhan-pembunuhan misterius sering terjadi. Karena itu, menurut Bara, untuk saat ini figur pasangan SBY-Boediono masih menjadi kandidat yang paling pas. ”Platform mereka jelas, yang menekankan pentingnya aspek keadilan dalam pertumbuhan ekonomi, ”Pengamat sosiologi politik dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito menilai selama satu dekade reformasi, capaian-capaian demokrasi dan demokratisasi telah menjadi fakta historik. Pada aras negara, banyak terobosan yang berarti yang diinisiasi oleh pemerintah dan parlemen untuk meletakkan dasar bagi capaian perubahan sebagaimana mandat reformasi. ”Kemajuan di bidang hak-hak sipil dan politik menunjukkan magnitudo yang luar biasa, jauh dibandingkan era-era sebelumnya. Jaminan itu berwujud dalam regulasi atau kebijakan yang bertujuan untuk memastikan bahwa negara bertanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya sesuai mandat konstitusi kita,”ujarnya. Dalam hal hubungan sipil-militer, menurut Arie, mengalami pasang surut di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid. Kemudian di era Megawati, justru mengalami penurunan. ”Nah, di masa pemerintahan SBY, pemerintah mampu mengurangi keterlibatan negara di bidang politik.” Arie menambahkan, agenda reformasi birokrasi juga berjalan dengan baik. Ide-ide pemberantasan korupsi untuk memperkuat good governance, perlu dilanjutkan. Dengan demikian, dukungan masyarakat akan semakin besar. Selain itu, upaya pengentasan kemiskinan meningkat di daerah-daerah. ”Ada rasionalisasi APBD. Anggaran untuk birokrasi menurun, sementara budget untuk kepentingan masyarakat meningkat,” ujar Arie.
   Dalam hal penguatan hubungan pusat-daerah, Arie menilai bahwa terjadi peningkatan kualitas dalam beberapa tahun belakangan. ”Contohnya, di Aceh tercipta perdamaian. Situasi di Papua membaik, walaupun perlu terus didorong upaya-upaya yang lebih positif,” jelasnya.
4. Faktor-Faktor Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
1. Factor Internal
      Tidak dapat dipungkiri bahwa factor penyebab utama terjadinya krisis rupiah menjadi krisis ekonomi paling besar yg pernah dialami Indonesia pada tahun 98. Karena buruknya fundamental ekonomi nasional, sedangkan lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia selama 2 tahun belakangan ini disebabkan oleh factor politik, social, dan keamanan di dalam negeri yg kenyataannya sejak reformasi dicetuskan pada mei 98 lalu hingga saat ini semakin buruk. Selama tahun 2000 fundamental ekonomi indoensia mengalami perbaikan yg nyata, walaupun lajunya lambat sehingga masih jauh dari kondisi baik atau kuat.
   Pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lambat. Dikarenakan proses fundamental ekonomi nasional tidak disertai kestabilan politik dan keamanan yg memadai, penyelesaian konflik nasional, serta kepastian hokum. Factor-faktor nonekonomi ini merupakan aspek-aspek penting dalam menentukan resiko yg terdapat di dalam suatu Negara yg menjadi dasar keputusan pelaku-pelaku bisnis, khususnya asing untuk melakukan usaha di Negara tersebut.
    Ketidakstabilan politik dan social, yg terus berlangsung dan tidak ada tanda-tanda akan membaik pada tahun 2001 ini serta ditambah lagi tidak adanya rasa aman membuat tingkat resiko di Negara Indonesia semakin tinggi. Perkembangan yg tidak menentu sepeerti ini menjadi penghalang utama pertumbuhan investasi di Negara Indonesia.
   Investasi, khususnya penanaman modal jangka panjang (PMA) merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi jangka panjang, terutama pada sector-sektor ekonomi yg secara potensial yg bisa sangat produktif dan bisa diandalkan sebagai sumber devisayg saat ini mengalami kelesuan. Sampai ke triwulan kedua tahun 2000, nilai pengeluaran konsumi mencapai Rp 76,3 triliyun yg di dominasi oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga yg hamper mencapai Rp 69 triliun.
   Angka persetujuan investasi baik usulan penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) menunjukkan bahwa sector swasta melakukkan investasi di dalam negeri cenderung menurun. Sejak januari tahun 2000 pemerintah telah memberikan persetujuan PMA sebanyak 536 proyek senilai Rp2,1 miliar dollar AS serta usulan proyek PMDN sebanyak 117 dengan nilai Rp11,7 triliun. Selama tahun 99 jumlah proyek yg disetujui untuk PMA 1.164 proyek Rp10.890,6 juta dollar AS dan PMDN sebanyak 273 proyek senilai Rp53.550 miliar.
2. Faktor Eksternal
     Kondisi perdagangan dan perekonomian regional atau dunia merupakan factor eksternal yg sangat penting untuk mendukung pemulihan ekonomi di Indonesia. Kondisi ini penting karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekspor dan investasi asing di dalam negeri. Apabila perekonomian di Negara-negara mitra dagang mengalami kelesuan, terutama jepang, Amerika serikat, Eropa barat, dan Australia akan mempersulit Indonesia dalam proses pemulihannya.
   Banyak lembaga dunia memprediksikan kondisi perekonomian Asia tahun 2001 tidak akan lebih baik dibandinghkan tahun 2000. Bahkan Deutsche bank Hongkong memperkirakan kondisi perekonomian Asia pada tahun 2000 tidak akan berbeda jauh sperti pada tahun 1999, yg selain masih terperangkap dalam resesi, juga terpukul oleh lambatnya permintaan impor dari pasar besar, yakni Amerika serikat. Deutsche bank memperkirakan pertumbuhan ekspor Asia akan anjlok sebesar 40% pada tahun 2001. Sementara Merril Lynch Singapura memprediksi ekspor Asia akan naik sebesar 7% setelah tumbuh 20% pada tahun 2000.
   Sementara itu JP Morgan memperkirakan bahwa setelah mengalami Ekspor sebesar 7,8% pada tahun pertama tahun 2000, PDB riil Asia hanya akan tumbuh 3% pada kuartal keempat. Untuk tahun 2001 JP Morgan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia akan turun sebesar 5,4%.
5. Perubahan Struktur Ekonomi
     Ada 2 teori utama yg umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur perubahan ekonomi, yakni Arthur Lewis (teori migrasi) dan Hollis Chenery(teori transformasi structural).
   Teori Arthur pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yg terjadi di daerah pedesaan dan daerah perkotaan (urban). Dalam teorinya lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu Negara pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu perekonomian tradisional di pedasaan yg dominasi oleh sector pertanian dan perekonomian modern di perkotaan pada sector industry sebagai sector utama.
   Kerangka pemikiran teori Chenery dikenal dengan teori Pattern of Development, memfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses ekonomi di LDCs yg mengalami transformasi dari pertanian tradisional (subsisten) ke sector industry sebagai mesin utama perubahan ekonomi. Hasil penitian Empiris yg dilakukan oleh Chenery dan Syrquin mengidentifikasi bahwa sejalan peningkatan pendapatn masyarakat per kapita yg membawa dalam pola permintaan konsumen dari penekanan pada makanan dan barang kebutuhan pokok lain ke berbagai macam barang manufaktur dan jasa, akumulasi capital fisik dan manusia (SDM), perkembangan kota-kota dan industry-industri di urban bersama dengan proses migrasi penduduk dari pedasaan ke perkotaan dan penurunan laju pertumbuhan penduduk yg semakin kecil.
 Struktur perekonomian suatu Negara bergeser dari yg semula yg di dominasi oleh sector pertanian/pertambangan menuju ke sector nonprime khususnya industry. Berdasarkan hasil study dari Chenery dan Syrquin, perubahan pangsa tersebut dalam periode jangka panajang menunjukkan suatu pola. Kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukkan PDB mengecil, sedangkan pangsa PDB dari manufaktur dan jasa mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan PDB/Pendapatan Nasional perkapita.
   Indicator penting kedua yg sering digunakan dalam studi-studi empiris untuk mengukur pola perubahan struktur ekonomi adalah distribusi kesempatan kerja menurut sector. Relasi antara tingkat pendapatan perkapita dan perubahan stuktur ekonomi dapat dianalisis time series dan pendekatan cross section.
DAFTAR PUSTAKA

No comments:

Post a Comment